Maaf, Ayah…



NB: Cerpen tugas B. Indonesia kelas X. Dibuang sayang .... (daripada dibuang mending di post)


Bruk, bruk, bruk’ tas, sepatu, kaos kaki berserakan di sofa dan lantai.

“Bik…! Bik Inah!” teriak Karina.
“Karina! Kamu ini tidak bisa sedikit sopan ya?! Lihat barang-barangmu itu, berserakan dimana-mana. Kamu itu sudah besar…” belum selesai ayah melanjutkan.
“Terus kenapa kalau sudah besar Yah? Oh, kalau sudah besar, Ayah bisa memarahi Karina sepuas-puasnya”. Karina segera berlari ke kamarnya.
               
Di kamar Karina merenung, dia tidak tau apa yang sebenarnya dipikirkan oleh ayahnya. ‘Kamu harus pulang sebelum jam tujuh malam’,’Karina, kamu perempuan. Harus lebih sedikit sopan’, ‘Jangan pergi sama anak-anak laki itu’. Semua kata-kata ayah teringat dibenaknya.
               
Semenjak 7 tahun setelah perceraian orang tuanya, hidup Karina semakin kacau. Ia berubah drastis menjadi anak yang grasak-grusuk. Dia menyalahkan ayahnya yang selalu menyudutkan ibu, sehingga membuat ibu tidak dapat mempertahankan rumah tangga mereka.
               
“Bik, saya ada kerjaan di Bandung. Menginap disana kira-kira seminggu-an lah. Ini mendadak, jadi belum sempet kasih tau Karina. Tolong titip Karina ya Bik” pamit Pak Hary, ayah Karina, pada Bik Inah saat pagi-pagi buta.
“Iya Tuan, saya janji akan jaga Non Karina” jawab Bik Inah.
“Ya sudah, nanti kalau ada apa-apa tentang Karina, jangan lupa kabari saya ya? Terimakasih” pesan Pak Hary.
“Iya Tuan” angguk Bik Inah.

Karina yang sudah siap dengan seragam putih abu-abunya berlari turun ke dapur. Dia bertanya pada Bik Inah
“Ayah kemana Bik? Tumben, nggak mungkin kan seorang Bapak Hary Kurniawan bangun pagi telat??”
“Kenapa ngomongnya gitu Non. Tuan tadi pagi-pagi sekali sudah berangkat bekerja ke Bandung” jawab Bik Inah sambil mondar-mandir menyiapkan sarapan.
“Ha…??? Beneran?!! Kapan Ayah pulang?!” tanya Karina penuh antusias.
“Kurang tau Bik Inah, tapi tadi katanya nginap seminggu gitu, kalau nggak salah”
“Yeeeeeaaaayyyyyy…!!!! Bener kok Bik, pasti nggak salah!” teriak Karina sambil lompat-lompat kesana kemari.

“Kring!!! Kringg!!! Kringgg!!!” bel tanda istirahat membuat semua teman Karina berhambuaran keluar dari kelas. Di perjalanan menuju kantin, Karina, Sisil, Lala, dan Evi membicarakan rencana mereka untuk pergi ke pantai besok.
“Denger-denger, Revan bakalan ngisi acara di pantai itu lho…!!” kata Evi si updater news.
“Hah, beneran kamu Vi!!!! Teriak Karina, Lala, dan Sisil bareng.
Revan adalah cowok berjulukan ‘Arjuna’ karena menurut beberapa cewek di SMA Tunas Bangsa, Revan suka bikin cewek lupa diri. Dia juga bisa membuat jatuh cinta cewek hanya dengan waktu tiga detik.
               
                Esok paginya, Karina dan teman-teman pergi ke pantai. Awalnya mereka ingin refreshing sejenak, namun karena ada Revan, sekalian aja mereka menghadiri acara Music Show yang nggak jauh dari sana. Saat Revan tampil membawakan lagu dari Drive-Wanita Terindah. Karina hanya dapat melihat Revan dari jauh dan tersenyum sendiri membayangkan lagu itu ditujukan padanya.
                ‘Kau adalah wanita terindah, yang pernah ku temui’
                ‘Kau luluhkan, kau lumpuhkan aku…’
                ‘Saat menatap wajahmu’

                Di rumah, Bik Inah mendapat telepon dari sekolah, yang mengatakan bahwa Karina dan teman-temanya tidak masuk hari ini.
“Apa Karina sakit Bu?” tanya wali kelas Karina.
                “Tidak, bahkan tadi Non Karina sudah meminta izin ke saya untuk berangkat sekolah” jawab Bik Inah dengan nada meyakinkan.
                “Oh, ya sudah kalau begitu. Mungkin saya bisa cek lagi ke teman-temanya. Terimakasih Bu” tutup Bu Indira, wali kelas Karina.

                Bik Inah cemas karena sudah hampir jam sepuluh malam Karina tak kunjung pulang. Ia coba menghubungi ayah Karina.
“Halo, Tuan. Ini saya Bik Inah, maaf Tuan kalau mengganggu” telepon Bik Inah.
                “Iya, ada apa Bik? Apa ada masalah sama Karina? Tanya Pak Hary.
                “Anu Tuan, Non Karina dari pagi sampai sekarang belum pulang juga. Padahal tadi sudah izin ke saya untuk berangkat sekolah” akui Bik Inah.
                “Benarkah? Apa nggak bisa di telepon Bik?” tanya Pak Hary yang khawatir dengan Karina.
                “Tidak bisa Tuan, tapi tadi saya justru mendapat telepon dari wali kelasnya Non Karina bahwa Non Karina dan teman-temanya tidak masuk hari ini”
                “Ya sudah tunggu saja Bik, saya hari ini akan pulang” jawab Pak Hary sambil membereskan berkas-berkas kerjanya.

                Sedangkan di pantai Karina, Sisil, Lala dan Evi sudah mulai lelah menunggu bis pulang. Tiba-tiba saja hujan turun ‘Brresssss!!!’. Mereka segera masuk ke teras rumah makan di samping pemberhentian bis mereka.
“Kayaknya ini udah keburu malem deh. Udah hujan lagi, kita harus tinggal sehari disini. Baru deh, besok pagi kita bisa pulang” ucap Lala. Dan semua anak menyutujui.
               
                Di hotel, Karina dan teman-temanya segera check in dan bersiap-siap tidur. Ketika semua sudah tertidur, Karina masih juga tak bisa menutupkan matanya. Ia memutuskan untuk pergi ke luar kamar untuk mencari udara sejuk. Tak disangka ia berpapasan dengan Revan.
“Hai,” sapa Revan dengan senyum manisnya. “Kok masih belum tidur, ini kan udah malem. Nggak capek ya?”
“Hmm!!” membuyarkan lamunan Karina dari senyum Revan. “Hehee, belum bisa tidur aja” jawab Karina.
“Oh ya, kok aku sok kenal sih. Kenalin aku Revan anak kelas XI IPA 1” sambil menyodorkan tanganya.
“Nggak apa-apa, aku udah kenal kok, Aku Karina” yang langsung menyambut tangan Revan.
“Mau aku hibur nggak? Biar lebih rileks” tawar Revan. “Tap kalau nggak mau juga nggak apa-apa kok, kamu bisa langsung tidur”
“Eh, nggak nggak, aku mau kok. Kan kau belum nolak” jawab Karina menyetujuinya.

Karina dan Revan duduk berdua di halaman hotel. Revan memainkan gitar dan bernyanyi untuk Karina. Ungu-Berikan Aku Cinta.
‘Berikan aku cinta suci’
‘Yang terdalam dari hatimu’
‘Berikan kasih putih’
‘Dari dirimu…’

                “Daah… Karina!” teriak Sisil, Lala dan Evi dari bus. Karina telah sampai di rumah pagi harinya. Ia terkejut saat menemukan ayahnya sudah ada di ruang tamu.
                “Ayah…”
                “Kemana saja kamu kemarin? Apa kamu tidak tahu Bik Inah, Ayah, resah mencari kamu. Sedangkan kamu seenaknya sendiri pergi-pergi tanpa memperhatikan orang lain. Pulang atau tak pulang. Apa kamu sudah tidak punya tanggung jawab? Kalau kamu memang tidak mau menuruti aturan ayah, silahkan, cari tempat yang menurut kamu lebih nyaman dari rumah ini”. Pak Hary sudah kehilangan kontrol, ia memarahi Karina tanpa berpikr jernih. Karina terkejut mendengar semua ini. Ia justru berlari keluar rumah dan menangis disepanjang perjalanan.

                Karina menginap di rumah ibunya bersama ayah tiri dan saudara tirinya. Ibu Karina memang berbeda dengan Pak Hary. Ia lebih bisa melanjutkan hidupnya dengan memutuskan menikah lagi. Selama di rumah tersebut Karina banyak mencurahkan isi hati dan kekesalannya pada ayah. Tapi selalu saja ibu Karina membela ayah dengan berkata “Mungkin dia hanya ingin kau lebih baik, dia tidak ingin kau terluka Sayang…”

                Saat Karina dan keluarga ibunya bermain di kebun, ibu Karina mendapat telepon dari Pak Hary.
                “Apa Karina ada disana?” tanya Pak Hary, ayah Karina.
                “Iya, dia sepertinya kecewa padamu. Maka aku ajak dia untuk berkebun dengan keluargaku” jawab ibu Karina.
                “Tolong, aku ingin kau membujuknya untuk dapat pulang” pinta ayah Karina yang terdengar serak dan disertai batuk.
                “Kenapa? Apa kau sakit? Jangan terlalu memikirkan hal ini, aku akan membujuknya. Jadi kau dapat istirahat dengan benar” ucap ibu Karina.

                Ibu Karina seakan kehilangan akal untuk membujuk anaknya, Karina. Karina tetap bersikeras ingin tinggal di rumah ibunya. “Apa Ibu keberatan dengan hadirnya aku disini?” tanya Karina yang membuat ibu bertambah bingung.

                Akhirnya malam itu, dengan paksaan, ayah Karina datang untuk membawa Karina pulang. Terjadi beberapa penolakan dari Karina, ia memukuli ayahnya mulai dari kepala hingga kaki. Ibu Karina hanya melihat dengan sedih. Mungkin karena terlalu lelah, tiba-tiba saja tarikan tangan Pak Hary pada Karina terlepas begitu saja bersamaan dengan badanya yang jatuh di lantai.

                “Ayah, bangunlah. Ini pinta dari putrimu satu-satunya. Ayah sekarang aku tahu rasanya mencemaskan dan dicemaskan orang lain, aku mohon Ayah bangunlah” Karina menangisi ayahnya yang kini terbaring. Setelah kejadian tadi, ayah Karina langsung dibawa ke rumah sakit. Kata dokter, Pak Hary mengidap penyakit kanker darah yang telah akut.

                Sebelum berangkat sekolah, Karina menyempatkan mampir ke rumah sakit untuk menjenguk ayahnya.
“Ayah, aku akan berangkat sekolah. Apa ada yang harus Karina lakukan selain belajar sungguh-sungguh, menghargai orang lain, dan bersikap sopan?” tanya Karina yang penuh semangat.
“Hahaha, kenapa putrriku bisa berubah sedrastis ini? Apa kau demam?” tanya Pak Hary.
“Tidak… Aku bersungguh-sungguh. Katakan apa pinta Ayah padaku.” Ucap Karina.
“Sini,” Pak Hary memegang tangan putrinya. “Ayah hanya ingin kau berbuat jujur dan menjadi anak yang kuat. Rangkullah lingkungan sekitarmu tanpa pandang perbedaan dan jalani hidup ini dengan senyummu yang manis itu sekalipun kenyataan ini menyakitkan” pesan Pak Hary yang disertai ciuman di kening Karina. “Berjanjilah Nak…”
“Iya, aku akan mengingat dan menerapkan itu Ayah. Apa Ayah ingin tidur? Wajah Ayah terlihat pucat. Akan kuselimutkan.” bantu Karina.
“Terimakasih Nak, kaun memang gadis baik” jawab Pak Hary dengan bangga.
“Iya, aku akan berangkat dulu Yah. Ayah istirahatlah, Aku pamit” ucap Katina sambil berlalu keluar kamar.

Tapi ada sesuatu yang Karina lupakan. Ia lupa memberikan kadonya untuk ayahnya. Sebuah dasi berwarna biru muda. Karina berlari kembali ke kamar ayahnya.
“Ayah sepertinya aku melupakan sesuatu,” ucap Karina yang terhenti melihat ada yang berbeda dari keadaan tidu ayahnya.
                “Ayah, ayah, ayah bangun. Ayah aku ingin memberimu ini, apa kau meyukainya? Ayah, apa kau sudah tertidur. Sayang kau sudah tertidur, padahal Karina ingin sekali melihat Ayah memakainya.”.

                Karina hanya dapat melihat jasad ayahnya yang semakin lama, semakin tertimbun tanah. Ia menangis tiada henti. Rasanya seperti tak ingin melepaskan semuannya, dia merasa ini terlalu cepat. Bahkan Karina belum sempat melihat ayahnya bangga padanya.
                “Tenanglah Nak, Ayah pasti bangga mempunyai putri sepertimu” bujuk ibu Karina.

                Malam ini hujan turun begitu deras. Karina sedang berada di kamar sendirian yang menangis mendengar alunan suara Gita Gutawa feat Ada Band-Yang Terbaik Bagimu.
                ‘Tuhan tolonglah, sampaikan sejuta sayangku untuknya’
                ‘Ku terus berjanji, takkan khianati pintanya’
                ‘Ayah dengarlah, betapa sesungguhnya ku mencintaimu’
                ‘Kan ku buktikan, ku mampu penuhi maumu’
           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Novel Evermore by Cecillia Wang

Ada Apa dengan Episode 14 Drama The K2 ?